
Dimensi Pembinaan Intelektual
Sasaran pembinaan intelektual di seminari ialah agar para calon imam mencapai tingkat daya nalar yang mencukupi untuk zaman kini dan juga memperoleh ilmu pengetahuan yang memadai sebagai dukungan yang teguh bagi imannya.
Pembinaan akal budi merupakan tuntutan penting untuk meraih kebijaksanaan, yang membuka jalan belajar mengenali Allah dan berpaut pada-Nya yang minta dicintai dengan segenap kekuatan, hati dan akal budi (bdk Mrk 12:30). Selain itu, dengan studi, para calon imam mempersiapkan diri untuk menjawab tantangan zaman. Dengan pembinaan intelektual yang bermutu tinggi para imam akan dimampukan untuk tetap mewartakan Injil dalam situasi dewasa ini. Berkaitan dengan studi itu, calon imam mempelajari filsafat, teologi, dan ilmu-ilmu lainnya dengan tekun, agar semakin mampu menyelami manusia dan gejala-gejala serta arus perkembangan masyarakat.
Dengan studi filsafat dikembangkanlah suatu sikap hormat yang diwarnai cinta terhadap kebenaran dalam diri para calon imam. Sikap ini akan mengantar orang kepada pengakuan bahwa “kebenaran itu tidak diciptakan atau dibatasi oleh manusia melainkan dianugerahkan kepadanya sebagai karunia Allah” (PDV 52). Selain itu, dalam studi filsafat, para frater dibantu menghidupi sikap kritis dalam “mengerti secara mendalam prinsip-prinsip dari beraneka aliran atau sistem filsafat, menangkap apa yang benar, dapat mengerti dan menangkis kesalahan mulai dari akarnya” (bdk OT 15).
Pembinaan intelektual calon imam terutama bertumpu dan dibangun atas studi teologi (bdk PDV 53). Melalui studi teologi, para calon imam diharapkan dapat menimba ajaran Katolik dari pewahyuan ilahi, menyelaminya secara mendalam, menjadikannya bahan renungan untuk memperdalam hidup rohani, serta mampu mewartakan, menguraikan dan mempertahankannya dalam pelayanan di kemudian hari sebagai imam (OT 15). Dengan demikian, alih-alih terpisah dari hidup rohani mereka, pembinaan intelektual terintegrasi dengan spiritualitas (PDV 51).
Pembinaan studi dalam seminari berupaya membentuk para calon imam agar menghayati kebiasaan belajar. Dengan menghayati kebiasaan ini, mereka menjawab “desakan Gereja agar mereka melanjutkan studi suci mereka pun setelah mereka ditahbiskan (bdk PPUID). Hal ini dibutuhkan demi penyebaran Injil dewasa ini dan sekaligus merupakan perwujudan sikap rendah hati.
Ada beberapa hal yang ingin dicapai melalui pembinaan di seminari ini, yaitu:
Pengembangan spiritualitas dan kebiasaan belajar
Menekuni bidang filsafat dan teologi serta ilmu-ilmu lain
Mengembangkan kemampuan berpikir kritis
Keterampilan berkomunikasi




