"SISI-SISI POSITIF PRIBADI PONTIUS PILATUS"
- seminaritinggikaj
- 24 Apr
- 4 menit membaca
Penulis : Fr. Marcelino Valerian Nainggolan
Pontius Pilatus merupakan seorang keturunan Romawi yang diangkat menjadi wali negeri Yudea yang ke-5 oleh Kaisar Tiberius. Ia memerintah seluruh Yudea dari tahun 26-36/37 Masehi. Sebagai pemimpin Yudea, ia memiliki kewenangan untuk menghukum mati, memimpin tentara, mengubah hukuman berat dari Sanhedrin apabila tidak sesuai dengan kehendaknya, mengangkat para imam, dan mengawasi Bait Allah beserta seluruh perbendaharaannya. Kepribadiannya menunjukkan karakter yang tidak fleksibel, keras kepala, dan berwatak kejam. Sejak adanya peraturan baru dalam politik senat yang mengizinkan seorang wali negeri membawa istrinya ke provinsi tempat perutusannya, Pilatus membawa istrinya ke Yudea. Tradisi menyebutkan bahwa istri Pilatus bernama Claudia Procula.
Setelah sampai di Yudea pada tahun 26 M, tindakan provokasi pertama yang dilakukannya terhadap orang-orang Yudea adalah dengan memunculkan patung kaisar. Hal ini tentu menimbulkan kemarahan pada orang-orang Yudea sebab tradisi mereka melarang penggunaan patung-patung seperti yang orang-orang Romawi lakukan. Akan tetapi, Pilatus tidak bersedia memindahkan patung tersebut. Setelah perwakilan orang-orang Yudea berdiam diri di Istana Pilatus selama 5 hari sebagai bentuk protes, Pilatus mengancam mereka dengan hukuman mati apabila tidak segera meninggalkan istana. Hal yang terjadi justru orang-orang Yudea lebih memilih mati daripada melanggar hukum. Hal ini membuat Pilatus terkesan akan religiositas orang-orang Yahudi dan mengambil kembali patung tersebut.
Sesuai dengan tugasnya, Pilatus memiliki kewajiban untuk mengawasi perbendaharaan Bait Allah. Akan tetapi, uang tersebut disalahgunakan untuk membangun saluran air ke Yerusalem dari suatu sumber dengan jarak 40 kilometer. Hal ini menimbulkan kemarahan orang-orang Yahudi terhadapnya. Saat terjadi aksi protes, Pilatus memerintahkan pasukannya untuk mengganti pakaian mereka dengan pakaian sipil. Hal ini dilakukan untuk mengelabui orang-orang Yahudi yang ada di situ dan mempermudah mereka melakukan serangan. Meskipun demikian, Pilatus melarang pasukannya untuk menggunakan pedang saat memukuli orang-orang Yahudi. Mereka hanya diizinkan untuk memakai sebuah tongkat.
Pilatus menjadi terkenal karena perannya sebagai pihak yang menyetujui penyaliban Yesus dari Nazareth. Sebenarnya, ia tidak menemukan kesalahan apapun dalam diri Yesus (Bdk. Yoh. 18:38b). Akan tetapi, Injil memperlihatkan Pilatus sebagai pribadi yang lemah terhadap massa Yahudi yang menginginkan penyaliban Yesus. Secara historis, kelemahan Pilatus sebenarnya disebabkan oleh ketakutan dirinya apabila Kaisar Tiberius mendengar ada sesuatu yang tidak baik terjadi di Yudea. Hal ini bertentangan dengan tujuan perutusan dirinya sebagai wali negeri Yudea yang memiliki kewajiban untuk menjaga perdamaian di wilayah Provinsi Kerajaan Romawi. Akhirnya, setelah didesak oleh banyak orang, ia mencuci tangan sebagai tanda tidak ada tanggung jawab dirinya terhadap kematian Yesus (Bdk. Mat. 27:24).
Akhirnya, masa pemerintahan Pilatus berakhir dengan dipanggilnya Pilatus menghadap Tiberius di Roma akibat pembunuhan yang dilakukannya pada orang-orang Samaria di Gunung Gerizim. Akan tetapi, Tiberius meninggal sebelum Pilatus sampai di Roma. Menurut Eusebius, Pilatus meninggal setelah dipaksa untuk membunuh dirinya sendiri.
Dari pemaparan di atas, Pilatus dipandang sebagai tokoh historis yang memiliki kepibadian buruk. Hal ini tidak terlepas dari tindakan utamanya yang menyetujui penyaliban Yesus. Akan tetapi, hal ini seharusnya tidak menjadi alasan untuk menyatakan semua hal negatif pada diri Pilatus. Pandangan negatif terhadapnya hanya disebabkan oleh isolasi pikiran terhadap kisah yang dilaporkan oleh Injil. Sebagai seorang manusia, ia pasti mempunyai sisi-sisi positif hidup yang dapat dibanggakan. Terpilihnya Pilatus sebagai seorang wali negeri sebenarnya sudah menunjukkan bahwa Pilatus memiliki sisi-sisi positif. Oleh karena itu, sebuah pemikiran dan pandangan yang seimbang seharusnya ditujukan pada Pilatus.
Hal ini terlihat ketika Pilatus terkesan akan religiositas orang-orang Yudea yang berani mati daripada melanggar hukum mereka sendiri. Kekaguman tersebut membuat dirinya mengambil kembali patung kaisar yang telah dipasangnya. Peristiwa ini menonjolkan aspek perasaan dalam diri Pilatus. Seorang Pilatus bukanlah pribadi yang selalu rasional dan kejam seperti yang dilaporkan banyak sumber. Akan tetapi, di dalam dirinya terdapat sisi religius yang dapat dibuktikan secara objektif. Sisi religius tersebut terlihat dalam bentuk kekaguman dirinya terhadap pengorbanan dan keberanian orang-orang Yudea demi tradisi agama mereka. Sisi kemartiran menjadi perhatian Pilatus dalam peristiwa ini. Oleh karena itu, Pilatus masih memiliki nilai-nilai religius di dalam dirinya.
Selain itu, ketika Pilatus melarang pasukannya untuk menggunakan pedang saat melawan orang-orang Yahudi. Hal ini sebenarnya sudah menunjukkan sisi reflektif dan kebijaksanaan Pilatus. Pilatus menyadari bahwa orang-orang yang datang ke tempat tersebut tidak membawa senjata dan datang demi memperjuangkan keadilan. Selain itu, Pilatus juga menyadari bahwa tindakannya yang mengambil uang perbendaharaan Bait Allah adalah sesuatu yang salah. Oleh karena itu, Pilatus tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah. Perintah hanya menggunakan tongkat pada pasukannya dimaksudkan untuk mengurangi kekerasan yang akan terjadi pada orang-orang Yahudi. Oleh karena itu, Pilatus menyadari kekurangannya dan tahu tindakan bijaksana apa yang harus dilakukannya.
Dalam cerita sejarah yang lain, Pilatus memasang perisai nazar berlapis emas yang bertuliskan nama kaisar di bekas Istana Herodes. Tidak disebutkan mengapa perisai tersebut menimbulkan keresahan di antara orang-orang Yahudi. Akan tetapi, pemasangan perisai tersebut membuat orang-orang Yahudi dan keempat anak Herodes meminta Pilatus melepaskan perisai tersebut. Walau demikian, Pilatus tidak bersedia melepasnya. Hal ini membuat orang-orang Yahudi dan keempat anak Herodes melaporkan tindakan Pilatus tersebut kepada Tiberius. Kemudian, Tiberius memerintahkan Pilatus untuk memindahkan perisai tersebut sebab ia sendiri tidak menyukai hal itu. Akhirnya, Pilatus pun taat pada perintah itu.
Hal tersebut sebenarnya dilakukan Pilatus demi menunjukkan kesetiaan dan ketaatannya pada Tiberius. Ia tidak menuliskan namanya sendiri pada perisai tersebut, tetapi nama pemimpin yang dihormatinya. Akan tetapi, hal positif yang dilakukan Pilatus adalah sebuah ancaman bagi orang-orang Yudea. Ada ketidaksesuaian pandangan dalam diri Pilatus dengan rakyatnya. Apabila tindakan ini dilihat secara positif, Pilatus sebenarnya hanya ingin menunjukkan bahwa dirinya tidak akan mengkhianati kaisar. Di tempat perutusannya sebagai wali negeri, ia tetap tunduk pada apa yang dikatakan kaisar. Kesetiaan dan ketaatannya ini terlihat secara nyata ketika ia bersedia untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya pada kaisar. Ia tidak kabur dari perintah kaisar untuk kembali ke Roma.
Di dalam Injil, Pilatus menyatakan hal yang sebenarnya kepada orang-orang Yahudi bahwa ia tidak menemukan kesalahan apapun dalam diri Yesus. Ia tidak memberi kesaksian palsu dan menggunakan kesempatan yang ada untuk mencari popularitas dirinya. Walaupun pada akhirnya ia menyerahkan Yesus untuk disalib, Pilatus sudah menyatakan kejujuran. Kejujuran tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam kepemimpinan Pilatus. Oleh karena itu, Pilatus bukanlah pribadi yang suka bersaksi dusta akan kesaksian yang dilakukannya.
Dengan demikian, secara positif, Pilatus adalah pribadi yang memiliki sisi religius, reflektif, bijaksana, setia, taat, dan jujur dalam kehidupannya. Hal ini menunjukkan sisi-sisi positif Pilatus sebagai seorang manusia dan pemimpin. Harapannya, keseimbangan pandangan terhadap Pilatus menjadi semakin terlihat jelas dengan hal-hal di atas.
Sumber:
Douglas, J. D., dkk, peny. 2005. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II M-Z. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF.
Green, Joel B., dkk, peny. 1992. Dictionary of Jesus and The Gospels. Illinois: InterVarsity Christian Fellowship of the U.S.A.
Uphaus, Christian Gers. 2020. The Figure of Pontius Pilate in Josephus Compared with Philo and The Gospel of John. Notre Dame: Department of Theology, University of Notre Dame.

Comentários