Menjalani Panggilan: Antara Orang Kaya yang Bodoh atau Rasa Syukur?
- Seminari Tinggi KAJ
- 7 Agu
- 2 menit membaca
Diperbarui: 15 Agu
Oleh : Fr. Kristoforus Bimo Rosarian
Bacaan : Lukas 12:13-21
Dari perikop Orang Kaya yang Bodoh, Kita mendengar bagaimana Yesus yang menegur seorang dari orang banyak itu. Teguran itu bisa kita rasakan secara tegas dari perkataan di ayat 15 “ Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan sebab walaupun berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah berasal dari kekayaan itu”
Kita dapat melihat penekanan Yesus pada ajaran untuk tidak menjadi tamak. Akan tetapi teguran itu tidak berhenti di situ, teguran itu dilengkapi Yesus dengan perumpamaan yang sangat baik. Perumpamaan itu sangat memberi gambaran tentang arti dari ketamakan itu sendiri. Kita bisa melihat di ayat 16-20, orang kaya yang tanahnya berlimpah-limpah itu selalu menggunakan kata “aku” ketika bertanya dalam hatinya. Kata aku jika hitungan saya tidak salah diulang sebanyak 13 kali dalam analogi yang diberikan Yesus tentang orang kaya ini. Hal itu menandakan orang itu tidak pernah sedikit pun memikirkan orang lain di tengah ke berlimpahan hartanya. Itulah ketamakan yang digambarkan Yesus melalui tegurannya kepada seorang dan orang-orang bayak itu.
Selain itu jika kita membaca dan menyandingkan bacaan ini dengan Bacaan pertama pada perayaan Ekaristi Minggu Biasa ke 18,dari Kitab pengkhotbah Bab 2, yang mengatakan semua hal itu sia-sia. Melalui Teks Injil Lukas ini, kesia-siaan adalah ketika aku hanya berpikir tentang diriku sendiri. Segalanya tidak akan menjadi sia-sia ketika aku berupaya bersatu dengan Allah yang tampak dalam diri sesamaku.
Dalam hidup panggilan kita, jangan-jangan kita kerap kali menjalaninya dengan berlagak menjadi orang kaya yang bodoh. Di mana panggilan ini dijalani dengan penuh keakuan dan ketamakan. Artinya panggilan ini dijalani hanya dengan caraku bukan bersama-sama dengan yang lain. Hal itu dapat terlihat dari pilihan-pilihan yang saya lakukan, bisa jadi panggilan ini hanya menjadi kedok untuk mencari keuntungan semata, ketenaran, pemenuhan kebutuhan psikologis yang menjauhkan aku dari tiga semangat Injil.
Padahal kalo dipikir-pikir, kita boleh bertanya dalam hati apa jadinya diri ini tanpa panggilan ini? Saya mungkin hanya menjadi mas-mas biasa yang mungkin saat ini sedang menganggur dan kesulitan mencari pekerjaan. Anda bagaimana? Apabila tidak menjalani jalan panggilan ini belum tentu kita mendapat seluruh berkat baik ini dengan cuma-cuma.
Sedikit kisah, ada kelompok rosario kecil di kelapa gading yang berkumpul setiap Hari kamis mendoakan para Imam dan calon imam. Dengan setia mereka secara rutin berkumpul berdoa dan berharap untuk kebaikan para imam dan calon imam. Saya sendiri yakin masih banyak kelompok pendoa lain yang bertebaran di setiap paroki untuk mendoakan para imam dan calon imam. Tahu ada mereka yang mendoakan dan mendukung masa iya, kita hanya menjalani panggilan dan hidup di tempat ini untuk hal-hal yang menguntungkan diri sendiri?
Lantas apa balasan saya? Tentu adalah dengan menjalani masa formasi ini dengan serius dan penuh tanggung jawab. Bersama dengan itu selalu berupaya untuk menjadi hadiah bagi orang lain entah itu di komunitas, orang yang kita jumpai, saat pastoral, dan terlebih khusus bagi saudara-saudari yang lemah.
Akhirnya mari kita renungkan semua itu dengan pertanyaan yang berasal dari mazmur 116:12, Bagaimana akan kubalas segala kebaikan Tuhan? Kubalas dengan ketamakan (keakuan) atau kubalas dengan menjadi hadiah bagi sesama?

Komentar