"Belajar dari Kisah Tomas : Dari Luar yang Kacau ke Hati yang Murni"
- seminaritinggikaj
- 27 Apr
- 5 menit membaca
Dibuat oleh : Fr. Stanislaus Andi Eka Prasetya
Bacaan Injil : Yohanes 20:19-31
Saudara dan saudari yang terkasih dalam Kristus, Selamat Paskah! Kiranya kebangkitan Kristus membawa makna baru bagi kita untuk selalu mengikuti jalan-Nya dan membawa kebahagiaan selalu bagi kita semua. Jangan sampai kita masih terlihat lesu seperti orang yang belum mengalami Masa Paskah ya atau jangan-jangan harus seperti Tomas dulu yang harus melihat Yesus yang bangkit dulu habis itu baru percaya dan bersukacita karena-Nya? Jangan sampai ya..
Dalam bacaan Injil minggu ini kita melihat kisah Tomas, yaitu salah seorang murid Yesus yang juga disebut Didimus, bahkan mungkin sering kali kita anggap keras kepala. Pada awal bacaan, kita mengetahui bahwa Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya dan mengatakan, "Damai Sejahtera bagi Kamu" (Yoh 20:21), tapi sayangnya Tomas tidak ada kala itu. Setelah diberitahu akan kabar tersebut, dengan keras kepalanya itu, dia menolak mentah-mentah akan kabar kebangkitan dan mengatakan, "Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan tanganku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya" (Yoh 20:25), namun pada akhirnya kita bisa melihat kalau keras kepalanya Tomas tidak berbuah manis, karena 8 hari setelah itu Yesus menampakkan diri kepada Tomas secara langsung sebelum Tomas sempat berkata apa-apa, bahkan Tomas sampai mengatakan "Ya Tuhanku dan Allahku!" (Yoh 20:28). Hal ini menunjukkan adanya sebuah pengakuan iman yang sangat besar dan kita dapat mengetahui Sabda Yesus yang cukup terkenal, yaitu "Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya" (Yoh 20:29).
Saudara-saudariku yang terkasih, kisah ini bukan hanya soal "percaya tanpa melihat," tetapi juga soal hati yang mau terbuka untuk akhirnya percaya. Meski awalnya keras dan ragu seperti halnya Tomas, namun pada akhirnya, Tomas juga mampu tetap bertumbuh dalam iman dan menjadi pewarta iman Injil yang setia.Ā
Berbicara mengenai perubahan hati, ketika aku masih ada di Wacana Bhakti, pada awalnya aku tidak ingin bergabung ke dalam jajaran tim organis hingga akhirnya ada salah satu teman aku yang tidak bisa melanjutkan panggilan ketika selesai dari tingkat 1 atau KPP dan aku diminta untuk menggantikan dia menjadi organis di seminari. Oleh karena itu, sejak kelas 1 atau tingkat 2 hingga lulus dari seminari menengah, aku mengabdikan diri untuk menjadi salah satu dari bagian organis dan belajar untuk terus mengembangkan diri. Alkisah ketika aku sudah di tingkat akhir atau kelas 3, ada salah satu anggota komunitas yang meminta untuk diajari bermain organ, lalu aku menyetujui dan berniat untuk mengajari dia. Namun seiring perjalanan, permainan dia tidak terlalu berkembang dengan baik dan membuatku sering berkata dalam hati, "Yaelah mainnya kok ga terlalu berkembang dengan baik gitu. Pengen rasanya aku gantiin terus aku aja yang main." Benar-benar aku sampai sulit percaya bagi dia untuk bisa berkembang. Tapi akhirnya aku menemukan titik balik ketika pada satu masa ketika dia datang kepadaku dan berkata, "Eka, minta tolong dong buat tukeran tugas organis besok, tapi pas misanya aja, nanti pas ibadat tetep aku aja yang main." Sontak dalam hati aku terkejut, karena pemikiranku selama ini berbeda dengan dia. Menurutku, ibadat lebih susah diiringi karena harus menentukan nada yang tepat atau selaras dengan lirik ibadat, lalu nadanya diulang-ulang, bahkan perlu menembak nada, sementara ketika misa, kita hanya perlu memainkan lagu yang memang sudah familiar dan nadanya itu kita sendiri yang menentukan, bahkan kalau imam mengangkat nada tapi tidak sempat kita mainkan, itu tidak akan menjadi persoalan besar. Lalu ia mengatakan, "Ngga ah, kalau misa itu kan kita mengiringi orang lagi doa dan karena konteksnya perayaan ekaristi jadinya ngga enak banget rasanya kalau pas lagu itu permainannya kurang."
Sejak pengalaman ini, aku baru menyadari akan fungsi organis yang sebetulnya, yaitu mengiringi orang berdoa dan bukan pamer atau menunjukkan kepada banyak orang akan kemampuan kita dalam memainkan organ. Maka, apa yang selama ini aku pahami dan percayai adalah salah, karena yang kelihatan hebat belum tentu hatinya benar. Tapi bukan berarti bahwa semua orang yang memainkan organ dengan baik itu punya pemikiran yang salah ya, aku hanya menceritakan pengalaman pribadiku pada kala itu saja.Ā
Nah, kalau kita tarik ke kisah para murid, pola semacam ini juga kelihatan dengan jelas. Mari kita lihat Petrus, salah seorang murid Yesus yang kalau kita lihat dalam Kitab Suci, kebanyakan dari kisahnya itu punya banyak kekurangan, mulai dari menarik Yesus ke pinggir dan menegur-Nya (Mat 16:21-28), tenggelam karena imannya ragu (Mat 14:22-33), atau dalam kisah sengsara ia malah minta dibasuh seluruh badannya (Yoh 13:4-10), memotong telinga Malkus (Yoh 18:10-11), bahkan menyangkal Yesus sebanyak 3 kali (Yoh 18:15-27). Tapi hatinya, meskipun goyah, ia tetap diarahkan ke Yesus, bahkan Yesus memilih dia untuk menjadi seorang penjala manusia (Mrk 1:16-20) dan gembala manusia (Yoh 21:15-19).Ā
Sebaliknya, mari kita coba lihat Yudas Iskariot, murid Yesus yang dipercayakan untuk memegang kas (Yoh 12:6) dan beberapa kali terlihat baik di hadapan para murid dan Yesus, seperti menyuruh untuk menjual Minyak Narwastu dan uangnya diberikan kepada orang miskin (Yoh 12:4-5), tapi nyatanya ia hendak mengambil uangnya. Selain itu, ia sempat disangka hendak membeli apa-apa untuk perayaan perjamuan malam terakhir atau memberikan sesuatu kepada orang miskin (Yoh 13:28-29), tapi nyatanya dia kerasukan setan dan hendak menjual Yesus untuk disalibkan. Maka, kita bisa melihat adanya suatu pola, yaitu tindakan luar bisa saja menipu, tapi Tuhan mengetahui isi hati kita dan menjadikan hal tersebut sebagai dasar untuk memanggil, memilih, dan menyelamatkan kita.
Setelah membandingkan dengan dua murid Yesus itu, kita bisa melihat kembali kisah Tomas dalam bacaan ini yang awalnya tidak mau percaya akan bangkit-Nya Yesus, akhirnya menjadi percaya setelah melihat sendiri dan mencucukkan tangannya ke dalam luka Yesus. Bahkan, ia menjadi salah satu murid dan perpanjangan tangan kasih Tuhan yang pergi untuk mewartakan kabar sukacita hingga ke tempat yang jauh. Oleh karena itu, kita bisa melihat bahwa Tomas memang keras kepala, tapi hatinya mau terbuka dan dari sanalah Tuhan bekerja. Petrus juga memang banyak berbuat salah, tapi hatinya menyesal dan tetap ingin mengikuti Tuhan. Sementara Yudas yang terlihat bijak, ternyata ia telah menutup hatinya dari Tuhan.Ā
Saudara saudari yang terkasih, aku hanya ingin mengatakan, bahwa apa yang terlihat baik belum tentulah ia baik secara sepenuhnya. Tuhan tidak mencari seseorang yang sempurna, melainkan yang hatinya mau dimurnikan. Seorang bijak dari alam bawah laut pernah mengatakan, "Semua kilauan itu bukanlah emas." Kita tidak bisa menilai seseorang dari luarnya saja, seperti halnya Tomas yang awalnya tidak mau percaya pada akhirnya menjadi percaya dan mau mengikut Yesus secara totalitas.Ā
Setelah melihat bacaan ini, apa relevansi untuk kehidupan kita sehari-hari? Dalam Yohanes 20:19-29, kita belajar bahwa iman sejati tidak selalu menuntut bukti fisik, seperti halnya yang telah disalahpahami oleh Tomas. Yesus mengundang kita untuk percaya tanpa harus melihat, karena percaya adalah buah dari hati yang murni, bukan sekadar respon terhadap bukti. Hati yang dipenuhi keraguan dan keinginan akan kepastian sering kali menutup diri dari pengalaman akan kasih Allah, namun, Yesus tidak menolak Tomas, tetapi sebaliknya, Ia mendatanginya dengan penuh kasih, sehingga hal ini menunjukkan bahwa Tuhan pun ingin kita berproses dalam iman yang bertumbuh. Dalam terang ini, kita pun diajak seperti Santo Anselmus yang berkata, āCredo ut intelligamā atau aku percaya supaya aku mengerti dan bukan sebaliknya. Kita tidak perlu menunggu semuanya jelas dan akhirnya baru percaya. Justru ketika kita membuka hati untuk percaya terlebih dahulu, kita akan mengerti bahwa Tuhan sedang berkarya dalam hidup kita, bahkan dalam kekacauan sekalipun.Ā
Maka, marilah kita memulai hidup dengan hati yang murni dan bukan hanya untuk demi terlihat baik saja. Jangan pernah khawatir jika langkah terlihat salah atau gagal, namun yang terpenting adalah menjaga arah hati untuk tetap tertuju kepada Tuhan. Biarkan Ia yang menyempurnakan, karena pada akhirnya bukan siapa yang hidupnya paling mulus, melainkan siapa yang paling dalam menyerahkan hatinya kepada Dia yang telah lebih dahulu mengasihi kita.Ā
Selamat Paskah dan Tuhan memberkati.

Comments